Rabu, 1 Ogos 2012

MAMA... KAMI INGIN JADI PENYEJUK HATI BAPA MAMA...

Mama….ﺍﻠﺳﻼﻡ ﻋﻟﻴﻜﻢ ﻮﺮﺤﻤﺔ ﺍﻠﻠﮫ ﻮﺒﺮﻜﺎ ﺗﻪ
 
13 Ramadhan 1433H


Salam Ramadhan untuk Mama yang selalu kutunggu kehadiran Mama tiap saat dan ketika, biar dimana ataupun bila.


Mama…, mungkin warkah kali ani agak panjang sedikit. Entah mengapa dan apa sebabnya, hatiku ingin bercerita segala yang terbuku dihati ani. Namun ia inda akan mungkin terjadi. Pun cematu, ada sedikit cebisan yang ingin ku imbau semula kenangan ketika aku masih mampu memanggil kedikita dengan perkataan MAMA, dan mencium tangan kedikita.


Mama, 12 hari sudah Ramadhan ani kulalui tanpa Mama. Tiap saat, ingatanku inda pernah lupakkan kedikita. Ingin ku kan ceritakan arah kedikita Ma… suasana puasaku tahun ani bersama Bis Bapa dan keluarga ketani.


Hari ke-2 Puasa.

Masa hari ke-2 puasa kan Ma…, kami sungkai di Kampong. Masih kuingat masa atu, saat aku kan menuyuap nasi untuk sungkai, aku rasa macam inda ku kan tetalan nasi atu bila kumengenangkan kedikita. Terasa keluarga ketani atu inda lengkap hari atu. Semua kami ada kecuali kedikita Ma…Mun Kita ada, mesti kita sibuk betanya kan minumanku tu. Macam hari-hari yang dulu…

“Sungkai kau sudah? Ada teh panas tu, Minum kau?…” macam tedangar suara kedikita kan memberiku minuman panas saat ku sungaki.


Dapat kuperhatikan Bapa waktu atu kan Ma…, macam unjaran kan kedikita. Lapas ia menyuap sedikit nasinya, tarus ia bediri meninggalkan nasinya. Kurasa ia macam daras tekanangkan kedikita. Baik jua Si Busu menagur kedidia.

“Mengapa kita Pa…???”

“Inda apa-apa” jawab Bapa sambil duduk semula. Mungkin menyembunyikan dandamnya kan kedikita dan menjaga suasana harmoni dalam keluarga ketani dalam menimati rezeki dari Allah s.w.t


Kesian ku kan Bapa, Ma…


Hari ke-11 Puasa.

Malam atu selepas sungkai, hatiku sebak, pasal telampau tekanangkan kedikita. Mama… hatiku mula menangis tanpa airmata. Ku terasa hembatan ketiadaan kedikita di bulan Puasa ani. Inda ku tahu mengapa malam atu hatiku telampau sensitive sampai menganggu emosiku.Bukan macam hari-hari kemarinku di bulan Ramadhan. Kucuba menyibukkan diri mendangani anakku membuat projek sekolahnya.
                       

Kucuba sembunyikan dari keluargaku betapa ku sedih mengingatkan kedikita malam atu. Aku inda mau durang perasaan, yang sebenarnya aku kan menangis waktu atu. Aku inda mau anak-anakku tahu keadaan ku waktu atu. Mun durang meliat, terutama Aidah, mesti ia ikut sedih.


“Bapa mengapakan macam sedih…? Bapa ingat Mama Nini kah…?” suatu ketika Aidah pertanya arahku bila ia melihat aku sedih.

“Inda apa-apa Lai…, Au, bapa ingatkan Mama Nini. Inda dapat kan?”

“Dapat pulang… ganya kalau bapa sedih, Aidah pun sedih.”


Lapas sahur untuk puasaku yang ke-12, aku inda tidur lagi. Ingataku sentiasa tertumpu kan kedikita. Malah sebenarnya blog ani sepatutnya kuupdate subuh atu jua. Dengan bisikan hatiku yang sudah tersusun untuk kuzahirkan. Ganya, tekana telampau kuat kurasai, dan cerita ani terbiar cematu saja. Masih tersusun rapi dikhazanah hatiku. Sampaitah hari ani, baru ku dapat post ke blogku untuk kedikita.


Mama… antara kenangan yang ligat bermain di otakku masa subuh atu, aku merasa, inda ada orang yang mampu untuk bersamaku, untuk mendengar segala luahan isi hatiku yang menebal di hatiku ani.


Inginku berkongsi dengan biniku, tapi aku inda mau ia ikut susah hati dan ikut bersedih. Aku sebenarnya merasa bersyukur anak-biniku dapat menjalani hari-hari ani macam biasa biarpun kadang-kadang durang ada sekali sekala merista kenangan bersama kedikita.


Mama… mungkin kalau kita masih ada, selain biniku, kita saja yang dapat, malah, yang selalu mendengar segala bisik hatiku ani. Kita saja yang memahami kediaku. Terkadang aku akan becerita arah kita pasal kepayahanku dan kesulitanku. Kita ingat di mana aku selalu duduk sama kedikita bila ku meluahkan bisik hatiku arah kita? Di kawasan luar dapur tempat kita menjamur keropok.


Mama… masa ani, aku hanya mampu dan akan cuba berdiam diri bila ada bisik-bisik sinis datang ke telingaku dan menduga hatiku. Sesungguhnya orang inda tahu dan inda akan pernah tahu apa kesulitan yang kuhadapai pada tiap situasi. Iatah kan Ma… Mun kita ada kan Ma…, kita saja tu yang mampu meredakan bisik-bisik sinis atu.


Kita tau Ma…, akhir-akhir ani kan, aku selalu teringatkan kenangan dulu. Antara kenangan yang masani selalu mengamit hatiku, bila aku mula menyasahkan pakaian. Waktu atu aku dalam Form 6 di Maktab Duli. Balum lagi aku tinggal di Hostel. Jadi bila sudah balik sekolah, aku saja yang ada di rumah seorang diri.


Waktu atu Ma… kedikita masa atu keraja di Bomba. Petang baru kita balik rumah.

Jadi, boring-boring dirumah seorang, tefikirku kan keadaan kedikita yang terpaksa memaduli rumah sedangkan kita jua bekeraja menolong Bapa untuk menaikkan kedudukan kewangan ketani. Jadi aku pun tegarak kan meringankan bebak kita. Dan keraja yang dapat ku tolong masa atu hanyalah menyasah pakaian.


“Siapa menyasah ani?” atu soalan yang keluar dari mulut kita masa kita balik dari keraja. Masa atu di rumah lama ketani tu Ma… yang hangus. Aku masih ingat Ma… Dan pertolonganku atu terhenti bila aku tinggal di Hostel Maktab Duli.


Satu lagi kenangan yang mengamit hatiku, bila aku memulakan ‘tradisi’ berziarah mencium tangan kedikita sama Bapa. Ingatku waktu atu kan Ma…, mun ku inda silap lah…, sebelum atu aku inda senghaja ada melukakan hati kedikita. Tapi aku inda ingat pasal apa.


Jadi satu hari atu, aku mula terfikir untuk inda mau menjadi anak derhaka. Aku inda mau melukakan hati biskita lagi. Dan untuk mengawal diriku dari mengulangi perbuatan ku atu, aku mengambil keputusan untuk berziarah mencium tangan kedikita sama Bapa setiap kali kan meninggalkan kedikita.


Aku tau waktu pertama kali aku berziarah mencium tangan kedikita sama Bapa, biskita tekajut. Tapi atulah aku. Atulah yang lahir dari hati kecilku. Untuk memberitahu bahawa biskita dapat mendidik aku. Dan… Alhamdulillah perkara atu menjadi ikutan. Jadi ikutan arah semua anak-anak dan menantu-menantu biskita malah dapat kami mendidik jua semua anak-anak kami, cucu-cucu biskita. Dan… perbuatan ani berterusan dan akan berterusan, Insya Allah sampai akhir hayat Bapa sepertimana terhentinya kami bersalam dan mencium tangan kedikita. Dan kali terakhir ku bersalam dan mencium tangan kedikita sehari sebelum kedikita ke KK.


Mama… sampai sini saja dulu untukku becerita dengan kedikita. Mudah-mudahan, di bulan yang penuh rahmat ani, kedikita mendapat bersama-sama kami menghayati erti Ramadhan. Yah… bulan yang penuh kemuliaan dan keinsafan. Bulan yang ada keampunan di dalamnya.


Bersama ani ingin ku berkirim salam Al-Fatihah arah kedikita mudah salamku ani dapat di sambut oleh kedikita dan menjadi santapan rohani kita Ma… Al-Fatihah… Amin...,Amin…,Amin Ya Allah...


ﻮﺍﻟﺳﻼﻢ

Tiada ulasan:

Catat Ulasan